MEMAHAMI
KEHIDUPAN SOSIAL MANUSIA
A. Interaksi
Sebagai Proses Sosial
1.
Pengertian Interaksi Sosial
Manusia tidak dapat hidup
sendirian tanpa orang lain. Maka tidak mungkin kalau manusia sepanjang hidupnya
sendirian dalam beraktivtas. Manusia perlu orang lain untuk memenuhi berbagai
kebutuhanya. Tidaka akan mungkin ada kehidupan bersama tanpa adanya interaksi
sosial, karena interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial.
Interaksi sosial akan
terjadi apabila dua orang atau lebih saling berhadapan, bekerja sama,
berbicara, dan seterusnya untuk mencapai tujuan bersama. Oleh karena itu,
inetraksi sosial dapat dikatakan sebagai sarana atau alat untuk menacapai
kehidupan sosial. Interaksi
sosial adalah hubungan dinamis yang menyangkut hubungan antara individu dengan
individu, antara individu dengan kelompok, atau antara kelompok dengan kelompok
dalam bentuk kerjasama, persaingan, ataupun pertikaian.
Secara etimologis,
interaksi sosial berasal dari kata inter-
(artinya berbalas-balasan) dan aksi (artinya
tindakan). Jadi, interaksi berarti tindakan berbalas-balasan. Interaksi sosial merupakan hubungan
sosial yang dinamis antar individu, antar individu dengan kelompok, dan antar
kelompok. Yang penting, dalam interaksi tersebut terjadi hubungan timbal balik
antar keduanya.
Kimbal Young dan Raymond W. Mack mengatakan bahwa interaksi sosial merupakan
hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar individu, antar
individu dan kelompok, maupun antar
kelompok.
Jika dua orang betemu atau bertegur sapa, maka interaksi sosial telah terjadi.
Bahkan, jika dua orang bertemu walaupun mereka tidak bertegur sapa, interaksi
sosial telah terjadi, hal ini terjadi karena mereka sadar akan adanya pihak
lain yang menimbulkan perubahan pikiran dan perasaan. Kesan yang timbul dalam
diri seseorang menentukan tindakan yang akan dilakukannya. Menurut Mascionis interksi
sosial adalah proses bertindak (aksi) dan membalas tindakan (reaksi) yang
dilakukan seseorang dalam hubungan
dengan orang lain.
Menurut Broom dan
Selznic menyebut interaksi
sosial sebagai proses berindak yang dilandasi oleh kesadaran adanya orang lain
dan proses menyesuaikan respon (tindakan balasan) sesuai dengan tindakan orang
lain. Dalam
interaksi sosial, individu atau kelompok dapat bekerja sama atau berkonflik.
Interaksi dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung, formal atau
informal. Contoh hubungan kerja sama adalah tim bola basket dalam sebuah
pertandingan, sedangkan contoh hubungan formal adalah pemberian tugas oleh
atasan kepada bawahan, sedangkan contoh hubungan informal adalah perbincangan
mengenai kampung halaman oleh dua orang bersahabat yang lama tidak bertemu.[1]
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Interaksi Sosial meliputi:
a.
Faktor dari Dalam Diri Seseorang
Faktor yang ada dalam
diri seseorang yang dapat mendorong terjadinya interksi sosial adalah:
1. Dorongan
kodrati sebagai makhluk sosial
Sebagai
makhluk sosial, manusia mempunyai kecenderungan untuk bergaul dengan sesama
manusia. Menurut Howard Gardner,setiap manusia memiliki potensi kecerdasan
antarpribadi, yaitu kecerdasan dalam mengelola hubungan dengan orang lain. Oleh
karena itu wajar apabila setiap orang mempunyai kecenderungan kuat untuk
berinteraksi dengan orang lain. Dilain pihak, potensi kemanusiaan seseorang
juga hanya akan berkembang melalui interksi sosial.
2.
Dorongan untuk memenuhi
kebutuhan
Dalam kehidupan
sehari-hari, manusia menyadari bahwa banyak hal dalam hidupnya yang tergantung
pada orang lain. Misalnya untuk memenuhi kebutuhan akan sandang, pangan dan
papan, seseorang memerlukan orang lain. Kebutuhan akan rasa aman, kasih sayang,
diterima, dihargai, dan lain sebagainya jelas memerlukan orrang lain sebagai
sumber pemenuhannya. Oleh karena itulah, manusia memiliki kecenderungan untuk
berinteraksi dengan orang lain dalam upaya memenuhi kebutuhan dirinya.
3. Dorongan
untuk mengembangkan diri dan mempengaruhi orang lain
Manusia
juga memiliki potensi dan kehendak untuk mengembangkan diri sendiri dan
sesamanya. Upaya pengembangkan pribadi tersebut antara lain dilakukan dengan
melakukan imitasi dan identifikasi. Dalam rangka imitasi dan identifikasi
itulah seseorang didorong untuk melakukan interaksi sosial.
·
Imitasi
adalah tindakan seseorang meniru sikap, penampilan, gaya hidup, dan bahkan
segala sesuatu yang dimiliki orang lain. Misalnya, imitasi seorang remaja
terhadap artis idolanya, imitasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam
proses interaksi sosial dan dapat berdampak positif maupun negatif. Imitasi
dapat mendorong seseorang untuk memenuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang
berlaku, namun juga dapat mengakibatkan terjadinya penyimpangan terhadap nilai
dan norma.
·
Identifikasi
adalah usaha seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain. Identifikasi ini
sifatnya lebih mendalam
daripada imitasi, lebih sekedar meniru seseorang. Dalam identifikasi terjadi
proses pembentukan kepribadian. Proses identifikasi dapat berlangsung baik
dengan sendirinya atau tak disadari, maupun dengan sengaja. Seseorang yang
mengidentifikasi dirinya dengan figur tertentu benar-benar mengenal figur itu
akan menjiwai orang yang mengidentifikasikan diri itu.
Selain mengembangkan
diri sendiri, manusia juga mempunyai kepedulian terhadap orang lain. Oleh
karena itu, seseorang mungkin memberikan sugesti, motivasi, dan simpati kepada
orang lain.
·
Sugesti
adalah pandangan atau pengaruh yang diberikan oleh seseoatng kepada orang lain
sehingga orang lain itu menuruti isi pandangan atau pengaruh tesebut.
·
Motivasi
adalah pandangan atau pengaruh yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain
sehingga orang lain itu menuruti isi pandangan atau pengaruh tersebut secara
kritis dan bertanggung jawab.
·
Simpati
adalah perasaaan tertarik kepada pihak lain yang mendorong keinginan untuk
memahami dan bekerja dengan pihak lain.
b.
Faktor dari Luar Individu
Disamping dorongan yang
berasal dari dalam diri sendiri, interaksi sosial juga dirangsang oleh hal yang
ada diluar diri seseorang. Tindakan orang lain, sikap diam orang lain, atau
kejadian-kejadian yang berlangsung disekitar kehidupan seseorang merupakan
hal-hal yang dapat merangsang timbulnya interaksi sosial. Interaksi sosial
selalu terjadi karena ada aksi dan reaksi diantara pihak-pihak yang terlibat
didalamnya.[2]
3.
Kaitan Interaksi Sosial dengan Proses Sosial
Interaksi
sosial yang berlangsung secara terus menerus
dan berulang dapat menghasilkan sebuah proses sosial. Proses sosial itu sendiri
diartikan sebagai suatu perilaku berulang dari seseorang atau sekelompok orang
yang digunakannya untuk berinteraksi dengan orang atau kelompok lain.
Kehidupan
bersama manusia dapat dilihat dari segi statis (struktur masyarakat) dan segi
dinamis (proses sosial). Proses sosial terjadi ketika individu-individu dan
kelompok-kelompok saling bertemu dan berinteraksi. Interaksi sosial merupakan
hubungan antarindividu, antara individu dengan kelompok, dan anatarkelompok.
Interaksi sosial menyebabkan adanya proses sosial suatu masyarakat. Proses
sosial menyebabakan munculnya perubahan dan perkembangan dalam masyarakat.[3]
4.
Pengaruh Interaksi Sosial terhadap Keselarasan Sosial
Keteraturan sosial ialah system kemasyarakatan, hubungan dan
kebiasaan keteraturan sosial sebagai hasil hubungan selaras antara interaksi
sosial, norma dan nilai. Keteraturan sosial bergantung pada jaringan peran
setiap orang yang melakukan kewajiban tertentu terhadap orang lain dan
mempunyai hak menerima pemberian dari orang lain.
Masyarakat
yang teratur hanya dapat dicapai apabila setiap individu melaksanakan kewajiban
dan menerima haknya dari orang lain. Salah satu kewajiban yang harus oleh
individu dalam masyarakat agar terwujud keteraturan sosial adalah menaati norma
dan nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat itu.[4]
Interaksi
sosial yang berulang dan berkesinambungan akan menghasilkan pola pergaulan atau
pola interaksi sosial. Pergaulan itu akan menimbulkan pandangan bersama tentang
kebaikan dan keburukan perilaku dalam masyarakat. Jadi melalui pergaulan itu
akan dibangun nilai-nilai dalam masyarakat. Nilai-nilai itulah yang kemudian
menjadi dasar pembentukan pola pergaulan. Hal yang baik dipertahankan dan
dilaksanakan, sedangkan yang buruk dihindari pengulangannya. Jika sudah
melembaga dan membudaya, maka pola pergaulan itu akan menjadi patokan perilaku
yang pantas dalam masyarakat itulah yang disebut dengan norma.
Dengan nilai dan norma, masyarakat menata kehidupannya ke dalam
sebuah system sosial. Nilai dan norma dilembagakan ke dalam institusi sosial.
Nilai dan norma menjadi pedoman perilaku warga masyarakat untuk menciptakan
keselarasan sosial sehingga menimbulkan keteraturan sosial, baik dalam kelompok
maupun organisasi sosial.[5]
5.
Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Menurut
Soerjono Soekanto interaksi sosial terjadi karena terpenuhinya 2 syarat, yaitu
kontak sosial dan komunikasi.
a.
Kontak Sosial
Dalam sosiologi, kontak
sosial dapat terjadi dengan atau tanpa hubungan fisik. Kontak sosial dengan
hubungan fisik, misalnya kita menepuk bahu orang yang kita sapa. Kontak sosial
tanpa hubungan fisik, misalnya komunikasi melalui telepon, surat elektronik,
dan lain-lain.
Menurut pelakunya,
kontak sosial dapat dibedakan menjadi:
(1) Kontak sosial antar individu. Misalnya,
seorang anak berbincang dengan ibinya.
(2) Kontak sosial antara individu dengan
kelompok. Misalnya, seorang narasumber berbicara didepan peserta seminar.
(3) Kontak sosial antarkelompok. Misal,
sebuah perusahan memberi order pekerjaan kepada perusahaan lain.
Kontak sosial memiliki sifat-sifat
sebagai berikut:
(1) Bersifat positif jika menghasilkan kerja
sama dan bersifat negatif jika menghasilkan konflik.
(2) Bersifat primer jika pelaku interaksi
bertemu muka langsung. Misalnya, guru mengajar di kelas, antasan memanggil
atasan, dan lain-lain. Bersifat sekunder jika melalui suatu perantara.
Mislanya, percakapan melalui telepon,. Kontak sosial sekeunder dapat terjadi secara
langsung atau tidak langsung. Secara langsung, Misalnya kepala sekolah
memanggil guru agar mengahadap. Kontak sosial sekunder tidak langsung, misalnya
kepala sekolah memanggil guru melalui pesuruh kantor.
b.
Komunikasi
komunikasi
memuat komponen-komponen sebagai berikut:
a.
Komunikator,
yaitu seseoranng atau sekelompok orang yang menyampaikan pesan, perasaan,
pendapat, gagasan, atau pokok-pokok pikiran kepada orang atau kelompok lain.
b.
Komunikan,
yaitu seseorang atau sekelompok orang yang menerima pesan, perasan, pendapat,
atau pokok-pokok pikiran dan pihak lain.
c.
Pesan,
yaitu segala sesuatu yang disampaikan oleh komunikator. Pesan dapat berupa
informasi, instruksi, pikiran, dan perasaan.
d.
Media,
yaitu sarana untuk enyampaikan pesan. Media komunikasi dapat berupa lisan,
tulisan, gambaran dan lain-lain.
e. Efek, yaitu perubahan yang terjadi pada
komunikan setelah mendapat pesan dari komunikator.[6]
6. Bentuk-bentuk
Interaksi Sosial
Dalam
proses interaksi
sosial menghasilkan dua bentuk, yaitu proses sosial asosiatif dan disosiatif.
a.
Proses Asosiatif
Proses
asosiatif adalah proses interaksi sosial di antara pihak-pihak yang berhubungan
dengan proses penggabungan dua objek atau tanggapan yang saling bergantung,
berkoordinasi, dan bekerja sama. Proses asosiatif antara lain tercakup dalam
bentuk kegiatan kerja sama (cooperation),
akomodasi (accomodation), asimilasi (assimilation), akulturasi (acculturation), dan konsensus (consensus).
1)
Kerja
sama (cooperation), merupakan proses
seseorang atau sekelompok orang untuk berusaha bersama-sama dalam rangka mencapai
tujuan bersama sehingga dapat mencapai hasil yang maksimal. Bentuk kerja sama
antara lain terdiri dari emapat macam, yaitu:
a)
Kerja
sama secara sepontan, yaitu kerja sama yang timbul secara spontan
b)
Kerja
sama langsung, yaitu kerja sama yang terjadi karena adanya perintah dari
atasan.
c)
Kerja
sama kontrak, yaitu kerja sama yang terjadi atas dasar ketentuan tertentu yang
disetujui bersama untuk jangka waktu tertentu.
d) Kerja sama tradisional, yaitu kerja sama
yang terbentuk karena adanya sistem tradisi yang kondusif.
2)
Akomodasi
(accomodation), adalah suatu proses
persetujuan atau upaya peneyelesaian sementara antara pihak-pihak yang sedang
berselisih atau yang berpotensi untuk berselesih. Adapun pengertian akomodasi
sebagai sebuah keadaan atau kondisi adalah kondisi keseimbangan interaksi
sosail dengan norma dan nilai yang ada dan berlaku di dalam masyarakat.
a)
Bentuk-bentuk akomodasi
(1)
Paksaan
atau koersi (coersion), merupakan
bentuk akomodasi yang terjadi melalui pemaksaan kehendak pihak tertentu (pihak
yang lebih kuat/ mayoritas) terhadap
pihak lain yang lebih lemah/ minoritas.
(2)
Kompromi
(compromise), merupakan bentuk
akomodasi yang terjadi melalui Arbitrasi (arbitrasion),
bentuk akomodasi yang ditempuh apabila di antara pihak-pihak yang
berselisih tidak sanggup mencapai kompromi mereka sendiri kesepakatan bersama
antara kedua belah pihak yang sedang berselisih.
(3)
untuk
mencari dan mencapai solusi untuk penyelesainnya.
(4)
Mediasi
(mediation), merupakan bentuk
akomodasi yang hampir serupa dengan arbitrasi, namun membutuhkan pihak lain
yang bertindak sebagai penengah atau juru damai.
(5)
Konsiliasi
(consiliation), merupakan bentuk
akomodasi yang bertujuan untuk mempertemukan keinginan-keinginan dan
pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya persetujuan bersama.
(6) Ajudikasi (adjudication), merupakan bentuk penyelesaian maslah melalui
pengadilan atau jalur hukum.
3) Asimilasi (assimilation), merupakan suatu proses peleburan atau penyatuan
beberapa kebudayaan yang berbeda menjadi satu sehingga menyebabkan ciri dari
kebudayaan aslinya menjadi hilang (telah menjadi kebudayaan baru).
a)
Faktor
yang mendorong terjadinya asimilasi:
1.
Toleransi
antar kebudayaan yang berbeda.
2.
Kesempatan
yang seimbang di bidanng ekonomi.
3.
Sikap
mengharagai orang asing dan kebudayaannya.
4.
Sikap
terbuka dan golongan yang berkuasa di masyarakat.
5.
Perkawinaan
campuran (amalgamasi).
6.
Adanya
musuh bersama dari luar.
7. Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan.
b)
Faktor
yang penghambat terjadinya asimilasi:
1.
Terisolirnya
kehidupan kelompok.
2.
Kurangnya
pengetahuan akan kebudayaan lain dan kurangnya pengetahuan masyarakat akan
kebudayaan yang dimiliki.
3.
Perasaan
takut terhadap kebudayaan lain.
4.
Perasaan
bahwa kebudayaannya lebih tinggi dari kebudayaan lain.
5.
Perbedaan
kepentingan.
6.
Munculnya
prasangka pribadi yang sifatnya negatif.
7. Adanya perbedaan fisik yang nyata,
misalnya warna kulit atau ciri kulit atau ciri fisik lainnya.
4) Akulturasi (acculturation), merupakan suatu proses penerimaan atau pengolahaan
unsur-unsur kebudayaan luar atau asing menjadi bagian kebudayaan yang dimilki
seseorang atau sekelompok orang tanpa menghilangkan tampak pada kebudayaan
aslinya. Contoh : akulturasi yang tampak pada kebudayaan Indonesia asli dengan
kebudayaan Hindhu-Budha. Akulturasi ini juga tercermin pada hubungan Candi
Borobudur di Provinsi Jawa Tengah.
5) Konsensus (consensus), merupakan suatu bagian dari proses kesepakatan atau
persetujuan. Di dalam konsensus terkandung pula unsur kerja sama. Hasil
konsensus dari pihak-pihak yang mengadakan persetujuan atau kesepakatan yang
dibuat agar dapat saling menguntungkan. Contoh: konsensus antara ahli-ahli
ekonomi negara se-Asia untuk memajukkan perekonomian Asia.
b.
Proses Disosiatif
Proses
disosiatif terjadi ketika pihak-pihak yang berhubungan tidak memiliki kedudukan
yang seimbang. Dengan demikian dapat dimaksudkan dengan proses disosiatif
adalah suatu
proses interaksi
sosial di antara pihak-pihak yang sifatnya memecah dua objek atau tanggapan
akibat adanya perbedaan-perbedaan. Contoh persaingan atau kompetisi,
kontravensi, serta pertentangan konflik.
Ada
beberapa bentuk interaksi sosial disosiatif, yaitu:
1) Persaingan/kompetisi (competition), merupakan suatu proses
sosial yang ditandai oleh adanya usaha yang lebih baik atau lebih baik dari
seseorang atau sekelompok untuk mencapai suatu tertentu.
2) Kontravensi (contravension), merupakan suatu proses sosial yang ditandai oleh
adanya bentuk ketidak pastian, keraguan, dan penolakan tertutup terhadap suatu
hal, seseorang, atau sekelompok orang. Kontravensi ini berada diantara
persaingan dengan konflik. Sebagai contoh, kontravensi yang terkait dengan
generasi masyarakat, seperti yang terjadi dalam pola hubungan orang tua dan anak
yang diwarnai oleh keraguan si anak terhadap sikap orang tuanya yang dianggap
kaku atau kuno dengan segala tradisi lama.
3)
Pertentangan
atau Konflik (conflict), merupakan
suatu proses sosial yang di tandai oleh adanya pertentangan antarindividu,
individu dengan kelompok, atau antar
kelompok,
akibat perbedaan yang ada dengan cara mengancam atau menggunakan kekerasan.[7]
B. Sosialisasi sebagai proses pembentukan kepribadian
1. Pengertian Sosialisasi
Mecionis
mengartikan sosialisasi sebagai suatu pengalaman sosial
sepanjang hidup yang memungkinkan seseorang mengembangkan potensi
kemanusiaannya dan mempelajari pola-pola kebudayaan. Giddens berpendapat bahwa sosialisasi merupakan tahap perkembangan
manusia secara aktif mulai dari lahir (bayi) hingga sepanjang hidupnya yang
akhirnya menjadi pribadi yang sadar akan dirinya sendiri, berpengetahuan dan
terampil.
Merujuk pendapat Macionis dan
Giddens, secara sederana, sosialisasi dapat diartikan sebagai tahapan-tahapan
pembentukan sikap atau prilaku individu di suatu masyarakat dalam berinteraksi
yang berlangsung sejak lahr hingga sepanjang hidupnya agar sesuai dengan peran
yang dijalankan dalam lingkungan kehidupannya. Hal-hal pokok yang dapat ditarik
berdasarkan definisi sosialisasi antara lain sebagai berikut:
a.
Sosialisasi
merupakan tahap perkembangan individu sejak lahir dan berlangsung sepanjang
hidupnya.
b.
Melalui
sosialisasi terjadi proses saling mempengaruhi antarindividu, antar individu
dengan kelompok, atau antar kelompok beserta potensi dan kebudayaanya.
c.
Melalui
proses sosialisasi, individu atau kelompok menyerap pengetahuan, nilai dan
norma sosial, keterampilan, serta kebudayaan.
d.
Sosialisasi
membentuk individu menjadi satu kepribadian khas dan kebidayaannya pun ikut
terpelihara.
Definisi
sosialisasi dikemukakan oleh beberapa ahli, antara lain sebagai berikut:
a. Soerjono
Soekanto
Menurutnya
bahwa sosialisasi adalah suatu proses sosial tempat seorang individu
mendapatkan pembentukan sikap untuk berprilaku yang sesuai dengan perilaku
orang-orang di dalam kelompoknya. Dapat dikatakan bahwa sosialisasi merupakan
proses sosialisasi yang ditempuh oleh seorang individu melalui proses belajar
untuk memahami, menghayati, menyesuaikan, dan melaksanakan suatu tindakan
sosial yang sesuai dengan pola perilaku masyarakatnya.
b.
Charlotte buhler
Sosialisasi
adalah proses belajar dan penyesuaian diri yang membantu individu mempelajari
bagaimana cara hidup dan bagaimana cara berfikir kelompoknya agar ia dapat
berperan dan berfungsi dengan baik dalam kelopmok tersebut.
2. Tujuan Sosialisasi yaitu:
a.
Memberikan
keterampilan kepada seseorang untuk dapat bermasyarakat.
b.
Mengembangkan
kemampuan seseorang untuk dapat berkomunikasi secara efektif.
c.
Membuat
seseorang mampu mengembalikan fungsi organik melalui latihan intropeksi.
d. Menanamkan nilai-nilai dan kepercayaan
kepada seseorang yang mempunyai tugas pokok dalam masyarakat.
3. Jenis-Jenis
Sosialisasi meliputi:
Sosialisasi
dapat dilakukkan dari mulai lingkungan yang paling dekat hingga berkembang ke
lingkungan sosial yang lebih luas. Pada dasarnya jenis sosialisasi dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.
Sosialisasi Primer
Sosialisasi primer merupakan proses
sosialisasi yang terjadi pada lingkungan terdekat. Sosialisasi ini pada umumnya
terjadi di keluarga. Dalam keluarga, seseorang akan diperkenalkan dengan
berbagai macam nilai dan norma. Pada sosialisasi primer anak diajarkan
bagaimana untuk dapat mengenali dirinya dan orang-oarang di sekitarnya. Anak
diberitahu dan diperkenalkan bagaimana agar dapat berprilaku yang baik.
b.
Sosialisasi Sekunder
Sosialisasi sekunder terjadi antara
seseorang dengan dunia luar yang lebih luas. Atau dapat disebut dengan
sosialisasi lanjutan dari sosialisasi primer. Sosialisasi ini berlangsung di
luar lingkungan keluarga dan dapat berlangsung selama hidup seseorang.
Sosialisasi antara lain terjadi melalui lingkungan formal dan lingkungan nonformal.
Sosialisasi ini terutama dengan teman sepermainan. Seringkali pada proses
sosialisasi sekunder ini justru menjadi sangat dominan pada pembentukan sikap
seseorang. [8]
4.
Faktor yang mempengaruhi sosialisasi
Kegagalan
sosialisasi pada diri seseorang menunjukkan bahwa ada sejumlah faktor yang
mempengaruhi keberhasilan sosialisasi. Faktor-faktor itu antara lain sebagai
berikut:
a.
Kesiapan atau kematangan pribadi
seseorang
Sebagaimana
lazimnya dalam proses pendidikan, proses sosialisasi juga mensyaratkan adanya
kematangan atau kesiapan anak dalam menjalani proses tersebut. Yang termasuk
dalam kesiapan adalah potensi manusia untuk belajar dan kemampuan berbahasa.
Memaksakan bayi agar bisa mengucapkan kata “saya” segera mungkin tidak sesuai
dengan kematangan atau kesiapannya. Sebab pada usia di bawah 18 bulan bayi baru
mampu mengenali semua laki-laki sebagai ayah dan semua perempuan sebagai
ibunya. Baru pada usia 18 bulan sampai 2 tahun, bayi dapat mengucapkan kata
“saya” dan mulai memiliki “kesadaran akan dirinya sendiri”.
b.
Lingkungan atau sarana sosialisasi
Potensi manusia
tidak berkembang secara otomatis, melainkan memerlukan lingkungan sosial yang
tepat. Berkembang atau tidaknya potensi kemanusiaan seseorang tergantung pada
tiga faktor yang saling terkait, yaitu interaksi dengan sesama manusia, bahasa,
dan cinta atau kasih sayang.
1.
Interaksi dengan sesama manusia
Interaksi
dengan sesama manusia diperlukan untuk pertumbuhan kecerdasan, pertumbuhan
sosial dan emosional, mempelajari pola-pola kebudayaan, dan berpartisipasi
dalam masyarakat. Melalui interaksi dengan orang lain, orang belajar tentang
pola-pola perilaku yang tepat. Melalui interaksi, orang juga belajar tentang
hak, kewajiban dan tanggung jawab dalam hidup bermasyarakat, serta tindakan
mana yang disetujui dan mana yang dilarang. Pendek kata interaksi dengan sesama
manusia sangat penting, karena bakat yang begitu besar pun akan sia-sia jika
tidak diasah melalui interaksi dengan orang lain.
2.
Bahasa
Bahasa
diperlukan untuk mempelajari simbol-simbol kebudayaan, merumuskan dan memahami
kenyataan, memahami gagasan-gagasan yang kompleks, dan menyatakan
pandangan-pandangan maupun nilai-nilai seseorang.
3.
Cinta atau kasih sayang
Cinta atau kasih sayang diperlukan untuk kesehatan mental dan fisik
seseorang. Juga sebagai sarana bekerja sama dengan orang lain, perkembangan
seksual yang normal, serta penyaluran kasih sayang orang tua kepada anaknya.
Lingkungan
sosial di mana seseorang hidup dan berkembang serta menjalani proses
sosialisasi, amat berpengaruh pada hasil sosialisasi. Ketidaklengkapan orang
tua misalnya, (yang terjadi pada anak yang ditinggal cerai atau mati salah satu
dari orang tuanya) dapat berpengaruh negatif pada perkembangan anak. Ketiadaan
salah satu model perilaku (entah ayah atau ibu) akan mengakibatkan kurang
sempurnanya proses sosialisasi anak.
Di
negara-negara Barat, keluarga yang kedua orang tua bekerja sehingga tidak dapat
mendampingi anak-anak mereka sepanjang waktu, menyerahkan pengasuhan kepada
lembaga penitipan anak. Studi yang dilakukan menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan signifikan antara perkembangan kepribadian anak yang diasuh oleh
ibunya sendiri dengan yang dititipkan di lembaga penitipan.
Lingkungan sosial yang buruk atau kebudayaan masyarakat tertentu
juga sangat mempengaruhi kepribadian anak yang tumbuh dalam lingkungan itu.
Warga suku Ik di Uganda, yang hidup dalam situasi yang amat miskin, telah
berkembang menjadi manusia paling pelit dan rakus sedunia, sama sekali tidak
memiliki sifat kasih sayang dan semangat tolong-menolong. Untuk bertahan hidup,
mereka bahkan tega merebut makanan yang sudah ada di mulut anaknya sendiri.
c.
Cara sosialisasi
Cara
sosialisasi yang dialami oleh seseorang juga mempengaruhi hasil sosialisasi itu
sendiri. Pribadi yang tumbuh dalam suasana otoriter dan selalu mengalami
represi akan menjadi pemberontak, atau rendah diri, tidak menghargai norma, dan
sejenisnya. Sebaliknya, seseorang yang mengalami sosialisasi partisipatif akan
tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, demokratis dan menghargai orang lain.[9]
5. Fungsi
Sosialisasi Dalam Pembentukan Kepribadian
Sosialisasi mempunyai perananan penting dalam menentukan
pembentukan kepribadian. Melalui proses sosialisasi yang panjang, kedirian dan
kepribadian seseorang terbentuk. Persoalan kepribadian ini bagi ilmu sosiologi
sangat penting artinya, karena ia merupakan salah satu komponen penyebab atau
pemberi warna dari wujud perilaku manusia. Melalui proses sosialisasi seseorang
menjadi tahu bagaimana seharusnya ia berperilaku di tengah-tengah masyarakat
dan lingkungan kebudayaannya. Proses sosialisasi membawa seseorang dari keadaan
tidak tahu atau belum tersosialisasi menjadi manusia yang bermasyarakat dan
beradab. Melalui sosialisasi pula seseorang berangsur-angsur mengenal
persyaratan dan tuntutan-tuntutan hidup di lingkungan budayanya. Dari proses
tersebut seseorang akan terwarnai cara berpikir dan kebiasaan-kebiasaan
hidupnya. Oleh karena itu, kebanyakan perilaku seseorang dapat diramalkan.[10]
Melalui sosialisasi, individu berkembang menjadi suatu makhluk pribadi
maupun makhluk sosial. Sebagai makhluk pribadi, kepribadian yang tumbuh
merupakan kesatuan dari sifat-sifat individu yang berkembang melalui
sosialisasi. Dalam proses sosialisasi tersebut tiap-tiap individu maupun
kelompok selalu berpegang dan berpedoman pada nilai-nilai dan
norma-norma sosial yang berlaku disekitarnya. Nilai-nilai dan norma-norma
sosial tersebut merupakan alat pembentuk kepribadian manusia, baik secara
individu atau kelompok.
Pengertian
Kepribadian:
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
kepribadian merupakan sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang atau
suatu bangsa yang membedakannya dari orang lain atau bangsa lain. Beberapa ahli
berpendapat sebagai berikut:
a. Theodore
R. Newcomb mengatakan bahwa kepribadian adalah
organisasi sikap-sikap (predispositions)
yang dimilki seseorang sebagai latar belakang terhadap perilaku.
b. J.
Milton Yinger mengatakan bahwa kepribadian adalah
keseluruhan perilaku dari seseorang dengan sistem kecenderungan tertentu yang
berinteraksi dengan serangkaian situasi.
Menuurut
George Herbert Mead dalam bukunya Mind,
Self and Society (1972), pada saat manusia lahir ia belum mempunyai diri
(self). Diri manusia berkembang tahap demi tahap melalui interaksi dengan anggota
masyarakat lain.
Faktor Yang Memengaruhi
Kepribadian
Menurut
F.G. Robbins, ada lima faktor yang menjadi dasar kepribadian, yaitu:
a.
Sifat
dasar
b.
Lingkungan
pranata
c.
Perbedaan
individual/perorangan
d.
Lingkungan
e.
Motivasi[11]
C.Hubungan Interaksi Sosial dengan Sosialisasi
Kata
sosialisasi berasal dari kata sosial. Kata “sosial” digunakan untuk
menunjukan sifat dari makhluk yang bernama manusia. Sehingga muncullah ungkapan
“manusia adalah makhluk sosial”. Ungkapan ini berarti bahwa
manusia harus hidup berkelompok atau bermasyarakat. Mereka tidak dapat hidup
dengan baik kalau tidak berada dalam kelompok atau masyarakat. Dengan kata lain
untuk hidup secara memadai dia harus berhubungan dengan orang lain.
Masing-masing manusia (orang) saling membutuhkan pertolongan sesamanya. Makanya dengan sifat dasar dari manusia itu
terjadilah interaksi. Dalam sosiologi biasa disebut dengan istilah interaksi
sosial. Interaksi sosial dapat diartikan sebagai
hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara orang perorangan, antara
orang dengan kelompok dan juga antara kelompok dengan kelompok manusia lainnya.
Di dalam interaksi itu salah satu faktor yang sangat penting dalam kelancaran
dan kesuksesannya adalah komunikasi. Pada prakteknya proses
interaksi dapat dibagi dua bentuknya, pertama proses interaksi yang menjurus
kepada konflik. Dengan konflik orang-per-orang bisa saja terjadi pertengkaran,
perkelahian atau peperangan dan dapat berakibat timbulnya perceraian atau
perpecahan. Dan yang kedua interaksi yang menjurus kepada kondisi kejiwaan yang
sepaham dan rasa persaudaraan atau menghasilkan hubungan baik sesamanya.
Interaksi sosial yang
kedua ini yang mengantarkan seseorang kepada saling pengertian dan persaudaraan
disebut sebagai sosialisasi. Sosialisasi adalah proses
penyesuaian diri. Dengan kemampuan penyesuaian diri itulah orang dapat hidup
dengan baik. Apa yang terjadi atau yang dilakukan dalam
sosialisasi itu ?
Pertama adalah proses belajar
atau belajar sosial, yaitu seseorang mempelajari berbagai macam peran
sosial. Pada peran sosial itu ada berbagai fungsi yang harus dijalankan,
yakni fungsi atau tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain atau
kelompoknya. Peran sosial merupakan pola-pola tingkah laku yang umum yang
dilakukan oleh orang yang mempunyai posisi sosial yang sama atau sederajat.
Atau dengan kata lain yang di pelajari adalah bentuk tingkah laku yang
diharapkan oleh orang lain atau masyarakat. Di samping itu juga termasuk
mempelajari seluk-beluk bahasa yang digunakan setiap hari.
Di dalam proses belajar
sosial tersebut seseorang akan tahu dan memahami tingkah laku yang disukai atau
diharapkan dan yang ditolak oleh orang lain atau kelompoknya. Sebagai
contoh fungsi-fungsi orang tua selalu diharapkan oleh anak-anaknya. Berbicara
yang tidak menyakitkan hati selalu diharapkan oleh setiap orang. Demikian juga
dengan tingkah laku yang tidak diharapkan, mereka bersepakat didak
melakukannya. Juga bersama-sama menolaknya. Dengan proses
sosialisasi itu seseorang akan mengenal dan memahami berbagai nilai dan norma
yang ada di dalam masyarakat. Dengan sosialisasi juga akan menimbulkan
kesepakatan-kesepakatan untuk bekerjasama. Mulai dari hal-hal sangat
sederhana hingga persoalan yang lebih kompleks. Sosialisasi dapat
terlaksana seumur hidup, dalam hal ini dapat saja berupa Pendidikan Seumur
Hidup atau life long education. Dengan pengertian lebih luas sosialisasi
adalah proses belajar bergaul di dalam masyarakat dan budaya tertentu.
Kedua, sosialisasi
adalah proses pembentukan sikap loyalitas sosial. Loyalitas sosial
atau kesetiaan sosial adalah perkembangan dari sikap saling menerima dan saling
memberi pada tataran yang baik (kebajikan). Kita sangat
mudah melihatnya pembentukan kesetiaan sosial ini adalah dalam keluarga. Setiap
anggota keluarga selalu setia sesamanya. Di dalam kelompok dan masyarakat juga
kesetiaan sosial ini berkembang, sebagai dasar kesatuan dan persatuan dalam
masyarakat. Dengan kata lain kesetiaan sosial berkembang mulai dari kelompok
yang sederhana hingga kelompok yang lebih luas. Jadi sosialisasi
itu tahapan-tahapan
pembentukan sikap atau prilaku individu di suatu masyarakat dalam berinteraksi
yang berlangsung sejak lahir
hingga sepanjang hidupnya agar sesuai dengan peran yang dijalankan dalam
lingkungan kehidupannya.
Melalui sosialisasi terjadi proses saling mempengaruhi
antar individu, antar individu dengan kelompok maupun antar kelompok beserta
potensi dan kebudayaannya. Proses saling mempengaruhi tersebut itulah yang
merupakan salah satu faktor yang ada dalam diri seseorang yang dapat mendorong
terjadinya interaksi sosial.[12]
[2] Saptono dan Bambang Suteng S. Memahami Sosiologi. Jakarta: PT. Phibeta
Aneka Gama. 2006. Hal: 68-71
[4] Siti Ngadiati Haryati. Sosiologi 1. Semarang: CV. Aneka Ilmu. 2006.
Hal: 75
[5] Saptono dan Bambang Suteng S. Memahami Sosiologi. Jakarta: PT. Phibeta
Aneka Gama. 2006. Hal: 79
[9] M. Sitorus. Berkenalan dengan Sosiologi 1. Jakarta: Erlangga. 2000.
Hal: 113
[10]Kun Maryati dan Juju Suryawati. Sosiologi. Jakarta: Erlangga. 2001.
Hal: 41
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking