Woensdag 10 April 2013

Memahami Kehidupan Sosial Manusia


MEMAHAMI KEHIDUPAN SOSIAL MANUSIA

A. Interaksi Sebagai Proses Sosial
1.      Pengertian Interaksi Sosial
Manusia tidak dapat hidup sendirian tanpa orang lain. Maka tidak mungkin kalau manusia sepanjang hidupnya sendirian dalam beraktivtas. Manusia perlu orang lain untuk memenuhi berbagai kebutuhanya. Tidaka akan mungkin ada kehidupan bersama tanpa adanya interaksi sosial, karena interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial.
Interaksi sosial akan terjadi apabila dua orang atau lebih saling berhadapan, bekerja sama, berbicara, dan seterusnya untuk mencapai tujuan bersama. Oleh karena itu, inetraksi sosial dapat dikatakan sebagai sarana atau alat untuk menacapai kehidupan sosial. Interaksi sosial adalah hubungan dinamis yang menyangkut hubungan antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok, atau antara kelompok dengan kelompok dalam bentuk kerjasama, persaingan, ataupun pertikaian.
Secara etimologis, interaksi sosial berasal dari kata inter- (artinya berbalas-balasan) dan aksi (artinya tindakan). Jadi, interaksi berarti tindakan berbalas-balasan. Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis antar individu, antar individu dengan kelompok, dan antar kelompok. Yang penting, dalam interaksi tersebut terjadi hubungan timbal balik antar keduanya. Kimbal Young dan Raymond W. Mack mengatakan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar individu, antar individu dan kelompok, maupun antar kelompok. Jika dua orang betemu atau bertegur sapa, maka interaksi sosial telah terjadi. Bahkan, jika dua orang bertemu walaupun mereka tidak bertegur sapa, interaksi sosial telah terjadi, hal ini terjadi karena mereka sadar akan adanya pihak lain yang menimbulkan perubahan pikiran dan perasaan. Kesan yang timbul dalam diri seseorang menentukan tindakan yang akan dilakukannya. Menurut Mascionis interksi sosial adalah proses bertindak (aksi) dan membalas tindakan (reaksi) yang dilakukan seseorang dalam hubungan dengan orang lain.
Menurut Broom dan Selznic menyebut interaksi sosial sebagai proses berindak yang dilandasi oleh kesadaran adanya orang lain dan proses menyesuaikan respon (tindakan balasan) sesuai dengan tindakan orang lain. Dalam interaksi sosial, individu atau kelompok dapat bekerja sama atau berkonflik. Interaksi dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung, formal atau informal. Contoh hubungan kerja sama adalah tim bola basket dalam sebuah pertandingan, sedangkan contoh hubungan formal adalah pemberian tugas oleh atasan kepada bawahan, sedangkan contoh hubungan informal adalah perbincangan mengenai kampung halaman oleh dua orang bersahabat yang lama tidak bertemu.[1]
2.      Faktor-faktor yang mempengaruhi Interaksi Sosial meliputi:
a.      Faktor dari Dalam Diri Seseorang
Faktor yang ada dalam diri seseorang yang dapat mendorong terjadinya interksi sosial adalah:
1.      Dorongan kodrati sebagai makhluk sosial
Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai kecenderungan untuk bergaul dengan sesama manusia. Menurut Howard Gardner,setiap manusia memiliki potensi kecerdasan antarpribadi, yaitu kecerdasan dalam mengelola hubungan dengan orang lain. Oleh karena itu wajar apabila setiap orang mempunyai kecenderungan kuat untuk berinteraksi dengan orang lain. Dilain pihak, potensi kemanusiaan seseorang juga hanya akan berkembang melalui interksi sosial.


2.      Dorongan untuk memenuhi kebutuhan
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menyadari bahwa banyak hal dalam hidupnya yang tergantung pada orang lain. Misalnya untuk memenuhi kebutuhan akan sandang, pangan dan papan, seseorang memerlukan orang lain. Kebutuhan akan rasa aman, kasih sayang, diterima, dihargai, dan lain sebagainya jelas memerlukan orrang lain sebagai sumber pemenuhannya. Oleh karena itulah, manusia memiliki kecenderungan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam upaya memenuhi kebutuhan dirinya.
3.       Dorongan untuk mengembangkan diri dan mempengaruhi orang lain
Manusia juga memiliki potensi dan kehendak untuk mengembangkan diri sendiri dan sesamanya. Upaya pengembangkan pribadi tersebut antara lain dilakukan dengan melakukan imitasi dan identifikasi. Dalam rangka imitasi dan identifikasi itulah seseorang didorong untuk melakukan interaksi sosial.
·         Imitasi adalah tindakan seseorang meniru sikap, penampilan, gaya hidup, dan bahkan segala sesuatu yang dimiliki orang lain. Misalnya, imitasi seorang remaja terhadap artis idolanya, imitasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses interaksi sosial dan dapat berdampak positif maupun negatif. Imitasi dapat mendorong seseorang untuk memenuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku, namun juga dapat mengakibatkan terjadinya penyimpangan terhadap nilai dan norma.
·         Identifikasi adalah usaha seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain. Identifikasi ini sifatnya lebih mendalam daripada imitasi, lebih sekedar meniru seseorang. Dalam identifikasi terjadi proses pembentukan kepribadian. Proses identifikasi dapat berlangsung baik dengan sendirinya atau tak disadari, maupun dengan sengaja. Seseorang yang mengidentifikasi dirinya dengan figur tertentu benar-benar mengenal figur itu akan menjiwai orang yang mengidentifikasikan diri itu.
Selain mengembangkan diri sendiri, manusia juga mempunyai kepedulian terhadap orang lain. Oleh karena itu, seseorang mungkin memberikan sugesti, motivasi, dan simpati kepada orang lain.
·         Sugesti adalah pandangan atau pengaruh yang diberikan oleh seseoatng kepada orang lain sehingga orang lain itu menuruti isi pandangan atau pengaruh tesebut.
·         Motivasi adalah pandangan atau pengaruh yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain sehingga orang lain itu menuruti isi pandangan atau pengaruh tersebut secara kritis dan bertanggung jawab.
·         Simpati adalah perasaaan tertarik kepada pihak lain yang mendorong keinginan untuk memahami dan bekerja dengan pihak lain.
b.      Faktor dari Luar Individu
Disamping dorongan yang berasal dari dalam diri sendiri, interaksi sosial juga dirangsang oleh hal yang ada diluar diri seseorang. Tindakan orang lain, sikap diam orang lain, atau kejadian-kejadian yang berlangsung disekitar kehidupan seseorang merupakan hal-hal yang dapat merangsang timbulnya interaksi sosial. Interaksi sosial selalu terjadi karena ada aksi dan reaksi diantara pihak-pihak yang terlibat didalamnya.[2]
3.      Kaitan Interaksi Sosial dengan Proses Sosial
Interaksi sosial yang berlangsung secara terus menerus dan berulang dapat menghasilkan sebuah proses sosial. Proses sosial itu sendiri diartikan sebagai suatu perilaku berulang dari seseorang atau sekelompok orang yang digunakannya untuk berinteraksi dengan orang atau kelompok lain.

Kehidupan bersama manusia dapat dilihat dari segi statis (struktur masyarakat) dan segi dinamis (proses sosial). Proses sosial terjadi ketika individu-individu dan kelompok-kelompok saling bertemu dan berinteraksi. Interaksi sosial merupakan hubungan antarindividu, antara individu dengan kelompok, dan anatarkelompok. Interaksi sosial menyebabkan adanya proses sosial suatu masyarakat. Proses sosial menyebabakan munculnya perubahan dan perkembangan dalam masyarakat.[3]
4.      Pengaruh Interaksi Sosial terhadap Keselarasan Sosial
Keteraturan sosial ialah system kemasyarakatan, hubungan dan kebiasaan keteraturan sosial sebagai hasil hubungan selaras antara interaksi sosial, norma dan nilai. Keteraturan sosial bergantung pada jaringan peran setiap orang yang melakukan kewajiban tertentu terhadap orang lain dan mempunyai hak menerima pemberian dari orang lain.
Masyarakat yang teratur hanya dapat dicapai apabila setiap individu melaksanakan kewajiban dan menerima haknya dari orang lain. Salah satu kewajiban yang harus oleh individu dalam masyarakat agar terwujud keteraturan sosial adalah menaati norma dan nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat itu.[4]
Interaksi sosial yang berulang dan berkesinambungan akan menghasilkan pola pergaulan atau pola interaksi sosial. Pergaulan itu akan menimbulkan pandangan bersama tentang kebaikan dan keburukan perilaku dalam masyarakat. Jadi melalui pergaulan itu akan dibangun nilai-nilai dalam masyarakat. Nilai-nilai itulah yang kemudian menjadi dasar pembentukan pola pergaulan. Hal yang baik dipertahankan dan dilaksanakan, sedangkan yang buruk dihindari pengulangannya. Jika sudah melembaga dan membudaya, maka pola pergaulan itu akan menjadi patokan perilaku yang pantas dalam masyarakat itulah yang disebut dengan norma.
Dengan nilai dan norma, masyarakat menata kehidupannya ke dalam sebuah system sosial. Nilai dan norma dilembagakan ke dalam institusi sosial. Nilai dan norma menjadi pedoman perilaku warga masyarakat untuk menciptakan keselarasan sosial sehingga menimbulkan keteraturan sosial, baik dalam kelompok maupun organisasi sosial.[5]

5.      Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Menurut Soerjono Soekanto interaksi sosial terjadi karena terpenuhinya 2 syarat, yaitu kontak sosial dan komunikasi.
a.      Kontak Sosial
Dalam sosiologi, kontak sosial dapat terjadi dengan atau tanpa hubungan fisik. Kontak sosial dengan hubungan fisik, misalnya kita menepuk bahu orang yang kita sapa. Kontak sosial tanpa hubungan fisik, misalnya komunikasi melalui telepon, surat elektronik, dan lain-lain.
Menurut pelakunya, kontak sosial dapat dibedakan menjadi:
(1)   Kontak sosial antar individu. Misalnya, seorang anak berbincang dengan ibinya.
(2)   Kontak sosial antara individu dengan kelompok. Misalnya, seorang narasumber berbicara didepan peserta seminar.
(3)   Kontak sosial antarkelompok. Misal, sebuah perusahan memberi order pekerjaan kepada perusahaan lain.
Kontak sosial memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
(1)   Bersifat positif jika menghasilkan kerja sama dan bersifat negatif jika menghasilkan konflik.
(2)   Bersifat primer jika pelaku interaksi bertemu muka langsung. Misalnya, guru mengajar di kelas, antasan memanggil atasan, dan lain-lain. Bersifat sekunder jika melalui suatu perantara. Mislanya, percakapan melalui telepon,. Kontak sosial sekeunder dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung, Misalnya kepala sekolah memanggil guru agar mengahadap. Kontak sosial sekunder tidak langsung, misalnya kepala sekolah memanggil guru melalui pesuruh kantor.
b.      Komunikasi
komunikasi memuat komponen-komponen sebagai berikut:
a.       Komunikator, yaitu seseoranng atau sekelompok orang yang menyampaikan pesan, perasaan, pendapat, gagasan, atau pokok-pokok pikiran kepada orang atau kelompok lain.
b.      Komunikan, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang menerima pesan, perasan, pendapat, atau pokok-pokok pikiran dan pihak lain.
c.       Pesan, yaitu segala sesuatu yang disampaikan oleh komunikator. Pesan dapat berupa informasi, instruksi, pikiran, dan perasaan.
d.      Media, yaitu sarana untuk enyampaikan pesan. Media komunikasi dapat berupa lisan, tulisan, gambaran dan lain-lain.
e.       Efek, yaitu perubahan yang terjadi pada komunikan setelah mendapat pesan dari komunikator.[6]
6.      Bentuk-bentuk Interaksi Sosial
Dalam proses interaksi sosial menghasilkan dua bentuk, yaitu proses sosial asosiatif dan disosiatif.
a.      Proses Asosiatif
Proses asosiatif adalah proses interaksi sosial di antara pihak-pihak yang berhubungan dengan proses penggabungan dua objek atau tanggapan yang saling bergantung, berkoordinasi, dan bekerja sama. Proses asosiatif antara lain tercakup dalam bentuk kegiatan kerja sama (cooperation), akomodasi (accomodation), asimilasi (assimilation), akulturasi (acculturation), dan konsensus (consensus).
1)      Kerja sama (cooperation), merupakan proses seseorang atau sekelompok orang untuk berusaha bersama-sama dalam rangka mencapai tujuan bersama sehingga dapat mencapai hasil yang maksimal. Bentuk kerja sama antara lain terdiri dari emapat macam, yaitu:
a)      Kerja sama secara sepontan, yaitu kerja sama yang timbul secara spontan
b)      Kerja sama langsung, yaitu kerja sama yang terjadi karena adanya perintah dari atasan.
c)      Kerja sama kontrak, yaitu kerja sama yang terjadi atas dasar ketentuan tertentu yang disetujui bersama untuk jangka waktu tertentu.
d)     Kerja sama tradisional, yaitu kerja sama yang terbentuk karena adanya sistem tradisi yang kondusif.
2)      Akomodasi (accomodation), adalah suatu proses persetujuan atau upaya peneyelesaian sementara antara pihak-pihak yang sedang berselisih atau yang berpotensi untuk berselesih. Adapun pengertian akomodasi sebagai sebuah keadaan atau kondisi adalah kondisi keseimbangan interaksi sosail dengan norma dan nilai yang ada dan berlaku di dalam masyarakat.
a)      Bentuk-bentuk akomodasi
(1)   Paksaan atau koersi (coersion), merupakan bentuk akomodasi yang terjadi melalui pemaksaan kehendak pihak tertentu (pihak yang lebih kuat/ mayoritas) terhadap  pihak lain yang lebih lemah/ minoritas.
(2)   Kompromi (compromise), merupakan bentuk akomodasi yang terjadi melalui Arbitrasi (arbitrasion), bentuk akomodasi yang ditempuh apabila di antara pihak-pihak yang berselisih tidak sanggup mencapai kompromi mereka sendiri kesepakatan bersama antara kedua belah pihak yang sedang berselisih.
(3)   untuk mencari dan mencapai solusi untuk penyelesainnya.
(4)   Mediasi (mediation), merupakan bentuk akomodasi yang hampir serupa dengan arbitrasi, namun membutuhkan pihak lain yang bertindak sebagai penengah atau juru damai.
(5)   Konsiliasi (consiliation), merupakan bentuk akomodasi yang bertujuan untuk mempertemukan keinginan-keinginan dan pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya persetujuan bersama.
(6)   Ajudikasi (adjudication), merupakan bentuk penyelesaian maslah melalui pengadilan atau jalur hukum.
3)      Asimilasi (assimilation), merupakan suatu proses peleburan atau penyatuan beberapa kebudayaan yang berbeda menjadi satu sehingga menyebabkan ciri dari kebudayaan aslinya menjadi hilang (telah menjadi kebudayaan baru).
a)      Faktor yang mendorong terjadinya asimilasi:
1.      Toleransi antar kebudayaan yang berbeda.
2.      Kesempatan yang seimbang di bidanng ekonomi.
3.      Sikap mengharagai orang asing dan kebudayaannya.
4.      Sikap terbuka dan golongan yang berkuasa di masyarakat.
5.      Perkawinaan campuran (amalgamasi).
6.      Adanya musuh bersama dari luar.
7.      Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan.
b)      Faktor yang penghambat terjadinya asimilasi:
1.      Terisolirnya kehidupan kelompok.
2.      Kurangnya pengetahuan akan kebudayaan lain dan kurangnya pengetahuan masyarakat akan kebudayaan yang dimiliki.
3.      Perasaan takut terhadap kebudayaan lain.
4.      Perasaan bahwa kebudayaannya lebih tinggi dari kebudayaan lain.
5.      Perbedaan kepentingan.
6.      Munculnya prasangka pribadi yang sifatnya negatif.
7.      Adanya perbedaan fisik yang nyata, misalnya warna kulit atau ciri kulit atau ciri fisik lainnya.
4)      Akulturasi (acculturation), merupakan suatu proses penerimaan atau pengolahaan unsur-unsur kebudayaan luar atau asing menjadi bagian kebudayaan yang dimilki seseorang atau sekelompok orang tanpa menghilangkan tampak pada kebudayaan aslinya. Contoh : akulturasi yang tampak pada kebudayaan Indonesia asli dengan kebudayaan Hindhu-Budha. Akulturasi ini juga tercermin pada hubungan Candi Borobudur di Provinsi Jawa Tengah.
5)      Konsensus (consensus), merupakan suatu bagian dari proses kesepakatan atau persetujuan. Di dalam konsensus terkandung pula unsur kerja sama. Hasil konsensus dari pihak-pihak yang mengadakan persetujuan atau kesepakatan yang dibuat agar dapat saling menguntungkan. Contoh: konsensus antara ahli-ahli ekonomi negara se-Asia untuk memajukkan perekonomian Asia.
b.      Proses Disosiatif
Proses disosiatif terjadi ketika pihak-pihak yang berhubungan tidak memiliki kedudukan yang seimbang. Dengan demikian dapat dimaksudkan dengan proses disosiatif adalah suatu proses interaksi sosial di antara pihak-pihak yang sifatnya memecah dua objek atau tanggapan akibat adanya perbedaan-perbedaan. Contoh persaingan atau kompetisi, kontravensi, serta pertentangan konflik.
Ada beberapa bentuk interaksi sosial disosiatif, yaitu:
1)      Persaingan/kompetisi (competition), merupakan suatu proses sosial yang ditandai oleh adanya usaha yang lebih baik atau lebih baik dari seseorang atau sekelompok untuk mencapai suatu tertentu.
2)      Kontravensi (contravension), merupakan suatu proses sosial yang ditandai oleh adanya bentuk ketidak pastian, keraguan, dan penolakan tertutup terhadap suatu hal, seseorang, atau sekelompok orang. Kontravensi ini berada diantara persaingan dengan konflik. Sebagai contoh, kontravensi yang terkait dengan generasi masyarakat, seperti yang terjadi dalam pola hubungan orang tua dan anak yang diwarnai oleh keraguan si anak terhadap sikap orang tuanya yang dianggap kaku atau kuno dengan segala tradisi lama.
3)      Pertentangan atau Konflik (conflict), merupakan suatu proses sosial yang di tandai oleh adanya pertentangan antarindividu, individu dengan kelompok, atau antar kelompok, akibat perbedaan yang ada dengan cara mengancam atau menggunakan kekerasan.[7]
B. Sosialisasi sebagai proses pembentukan kepribadian
1. Pengertian Sosialisasi
Mecionis mengartikan sosialisasi sebagai suatu pengalaman sosial sepanjang hidup yang memungkinkan seseorang mengembangkan potensi kemanusiaannya dan mempelajari pola-pola kebudayaan. Giddens berpendapat bahwa sosialisasi merupakan tahap perkembangan manusia secara aktif mulai dari lahir (bayi) hingga sepanjang hidupnya yang akhirnya menjadi pribadi yang sadar akan dirinya sendiri, berpengetahuan dan terampil.
Merujuk pendapat Macionis dan Giddens, secara sederana, sosialisasi dapat diartikan sebagai tahapan-tahapan pembentukan sikap atau prilaku individu di suatu masyarakat dalam berinteraksi yang berlangsung sejak lahr hingga sepanjang hidupnya agar sesuai dengan peran yang dijalankan dalam lingkungan kehidupannya. Hal-hal pokok yang dapat ditarik berdasarkan definisi sosialisasi antara lain sebagai berikut:
a.      Sosialisasi merupakan tahap perkembangan individu sejak lahir dan berlangsung sepanjang hidupnya.
b.      Melalui sosialisasi terjadi proses saling mempengaruhi antarindividu, antar individu dengan kelompok, atau antar kelompok beserta potensi dan kebudayaanya.
c.       Melalui proses sosialisasi, individu atau kelompok menyerap pengetahuan, nilai dan norma sosial, keterampilan, serta kebudayaan.
d.      Sosialisasi membentuk individu menjadi satu kepribadian khas dan kebidayaannya pun ikut terpelihara.

Definisi sosialisasi dikemukakan oleh beberapa ahli, antara lain sebagai berikut:
a.       Soerjono Soekanto
Menurutnya bahwa sosialisasi adalah suatu proses sosial tempat seorang individu mendapatkan pembentukan sikap untuk berprilaku yang sesuai dengan perilaku orang-orang di dalam kelompoknya. Dapat dikatakan bahwa sosialisasi merupakan proses sosialisasi yang ditempuh oleh seorang individu melalui proses belajar untuk memahami, menghayati, menyesuaikan, dan melaksanakan suatu tindakan sosial yang sesuai dengan pola perilaku masyarakatnya.
b.      Charlotte buhler
Sosialisasi adalah proses belajar dan penyesuaian diri yang membantu individu mempelajari bagaimana cara hidup dan bagaimana cara berfikir kelompoknya agar ia dapat berperan dan berfungsi dengan baik dalam kelopmok tersebut.
2. Tujuan Sosialisasi yaitu:
a.       Memberikan keterampilan kepada seseorang untuk dapat bermasyarakat.
b.      Mengembangkan kemampuan seseorang untuk dapat berkomunikasi secara efektif.
c.       Membuat seseorang mampu mengembalikan fungsi organik melalui latihan intropeksi.
d.      Menanamkan nilai-nilai dan kepercayaan kepada seseorang yang mempunyai tugas pokok dalam masyarakat.
3.    Jenis-Jenis Sosialisasi meliputi:
Sosialisasi dapat dilakukkan dari mulai lingkungan yang paling dekat hingga berkembang ke lingkungan sosial yang lebih luas. Pada dasarnya jenis sosialisasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.      Sosialisasi Primer
Sosialisasi primer merupakan proses sosialisasi yang terjadi pada lingkungan terdekat. Sosialisasi ini pada umumnya terjadi di keluarga. Dalam keluarga, seseorang akan diperkenalkan dengan berbagai macam nilai dan norma. Pada sosialisasi primer anak diajarkan bagaimana untuk dapat mengenali dirinya dan orang-oarang di sekitarnya. Anak diberitahu dan diperkenalkan bagaimana agar dapat berprilaku yang baik.
b.      Sosialisasi Sekunder
Sosialisasi sekunder terjadi antara seseorang dengan dunia luar yang lebih luas. Atau dapat disebut dengan sosialisasi lanjutan dari sosialisasi primer. Sosialisasi ini berlangsung di luar lingkungan keluarga dan dapat berlangsung selama hidup seseorang. Sosialisasi antara lain terjadi melalui lingkungan formal dan lingkungan nonformal. Sosialisasi ini terutama dengan teman sepermainan. Seringkali pada proses sosialisasi sekunder ini justru menjadi sangat dominan pada pembentukan sikap seseorang. [8]
4.      Faktor yang mempengaruhi sosialisasi
Kegagalan sosialisasi pada diri seseorang menunjukkan bahwa ada sejumlah faktor yang mempengaruhi keberhasilan sosialisasi. Faktor-faktor itu antara lain sebagai berikut:
a.      Kesiapan atau kematangan pribadi seseorang
Sebagaimana lazimnya dalam proses pendidikan, proses sosialisasi juga mensyaratkan adanya kematangan atau kesiapan anak dalam menjalani proses tersebut. Yang termasuk dalam kesiapan adalah potensi manusia untuk belajar dan kemampuan berbahasa. Memaksakan bayi agar bisa mengucapkan kata “saya” segera mungkin tidak sesuai dengan kematangan atau kesiapannya. Sebab pada usia di bawah 18 bulan bayi baru mampu mengenali semua laki-laki sebagai ayah dan semua perempuan sebagai ibunya. Baru pada usia 18 bulan sampai 2 tahun, bayi dapat mengucapkan kata “saya” dan mulai memiliki “kesadaran akan dirinya sendiri”.
b.      Lingkungan atau sarana sosialisasi
Potensi manusia tidak berkembang secara otomatis, melainkan memerlukan lingkungan sosial yang tepat. Berkembang atau tidaknya potensi kemanusiaan seseorang tergantung pada tiga faktor yang saling terkait, yaitu interaksi dengan sesama manusia, bahasa, dan cinta atau kasih sayang.
1.      Interaksi dengan sesama manusia
Interaksi dengan sesama manusia diperlukan untuk pertumbuhan kecerdasan, pertumbuhan sosial dan emosional, mempelajari pola-pola kebudayaan, dan berpartisipasi dalam masyarakat. Melalui interaksi dengan orang lain, orang belajar tentang pola-pola perilaku yang tepat. Melalui interaksi, orang juga belajar tentang hak, kewajiban dan tanggung jawab dalam hidup bermasyarakat, serta tindakan mana yang disetujui dan mana yang dilarang. Pendek kata interaksi dengan sesama manusia sangat penting, karena bakat yang begitu besar pun akan sia-sia jika tidak diasah melalui interaksi dengan orang lain.
2.      Bahasa
Bahasa diperlukan untuk mempelajari simbol-simbol kebudayaan, merumuskan dan memahami kenyataan, memahami gagasan-gagasan yang kompleks, dan menyatakan pandangan-pandangan maupun nilai-nilai seseorang.
3.      Cinta atau kasih sayang
Cinta atau kasih sayang diperlukan untuk kesehatan mental dan fisik seseorang. Juga sebagai sarana bekerja sama dengan orang lain, perkembangan seksual yang normal, serta penyaluran kasih sayang orang tua kepada anaknya.
Lingkungan sosial di mana seseorang hidup dan berkembang serta menjalani proses sosialisasi, amat berpengaruh pada hasil sosialisasi. Ketidaklengkapan orang tua misalnya, (yang terjadi pada anak yang ditinggal cerai atau mati salah satu dari orang tuanya) dapat berpengaruh negatif pada perkembangan anak. Ketiadaan salah satu model perilaku (entah ayah atau ibu) akan mengakibatkan kurang sempurnanya proses sosialisasi anak.
Di negara-negara Barat, keluarga yang kedua orang tua bekerja sehingga tidak dapat mendampingi anak-anak mereka sepanjang waktu, menyerahkan pengasuhan kepada lembaga penitipan anak. Studi yang dilakukan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara perkembangan kepribadian anak yang diasuh oleh ibunya sendiri dengan yang dititipkan di lembaga penitipan.
Lingkungan sosial yang buruk atau kebudayaan masyarakat tertentu juga sangat mempengaruhi kepribadian anak yang tumbuh dalam lingkungan itu. Warga suku Ik di Uganda, yang hidup dalam situasi yang amat miskin, telah berkembang menjadi manusia paling pelit dan rakus sedunia, sama sekali tidak memiliki sifat kasih sayang dan semangat tolong-menolong. Untuk bertahan hidup, mereka bahkan tega merebut makanan yang sudah ada di mulut anaknya sendiri.
c.       Cara sosialisasi
Cara sosialisasi yang dialami oleh seseorang juga mempengaruhi hasil sosialisasi itu sendiri. Pribadi yang tumbuh dalam suasana otoriter dan selalu mengalami represi akan menjadi pemberontak, atau rendah diri, tidak menghargai norma, dan sejenisnya. Sebaliknya, seseorang yang mengalami sosialisasi partisipatif akan tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, demokratis dan menghargai orang lain.[9]

5.      Fungsi Sosialisasi Dalam Pembentukan Kepribadian
Sosialisasi mempunyai perananan penting dalam menentukan pembentukan kepribadian. Melalui proses sosialisasi yang panjang, kedirian dan kepribadian seseorang terbentuk. Persoalan kepribadian ini bagi ilmu sosiologi sangat penting artinya, karena ia merupakan salah satu komponen penyebab atau pemberi warna dari wujud perilaku manusia. Melalui proses sosialisasi seseorang menjadi tahu bagaimana seharusnya ia berperilaku di tengah-tengah masyarakat dan lingkungan kebudayaannya. Proses sosialisasi membawa seseorang dari keadaan tidak tahu atau belum tersosialisasi menjadi manusia yang bermasyarakat dan beradab. Melalui sosialisasi pula seseorang berangsur-angsur mengenal persyaratan dan tuntutan-tuntutan hidup di lingkungan budayanya. Dari proses tersebut seseorang akan terwarnai cara berpikir dan kebiasaan-kebiasaan hidupnya. Oleh karena itu, kebanyakan perilaku seseorang dapat diramalkan.[10]
Melalui sosialisasi, individu berkembang menjadi suatu makhluk pribadi maupun makhluk sosial. Sebagai makhluk pribadi, kepribadian yang tumbuh merupakan kesatuan dari sifat-sifat individu yang berkembang melalui sosialisasi. Dalam proses sosialisasi tersebut tiap-tiap individu maupun kelompok selalu berpegang dan berpedoman pada nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku disekitarnya. Nilai-nilai dan norma-norma sosial tersebut merupakan alat pembentuk kepribadian manusia, baik secara individu atau kelompok.
Pengertian Kepribadian:
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepribadian merupakan sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang atau suatu bangsa yang membedakannya dari orang lain atau bangsa lain. Beberapa ahli berpendapat sebagai berikut:
a.       Theodore R. Newcomb mengatakan bahwa kepribadian adalah organisasi sikap-sikap (predispositions) yang dimilki seseorang sebagai latar belakang terhadap perilaku.
b.      J. Milton Yinger mengatakan bahwa kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari seseorang dengan sistem kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian situasi.
Menuurut George Herbert Mead dalam bukunya Mind, Self and Society (1972), pada saat manusia lahir ia belum mempunyai diri (self). Diri manusia berkembang tahap demi tahap melalui interaksi dengan anggota masyarakat lain.
Faktor Yang Memengaruhi Kepribadian
Menurut F.G. Robbins, ada lima faktor yang menjadi dasar kepribadian, yaitu:
a.       Sifat dasar
b.      Lingkungan pranata
c.       Perbedaan individual/perorangan
d.      Lingkungan
e.       Motivasi[11]
C.Hubungan Interaksi Sosial dengan Sosialisasi
Kata sosialisasi berasal dari kata sosial. Kata  “sosial” digunakan untuk menunjukan sifat dari makhluk yang bernama manusia. Sehingga muncullah ungkapan “manusia adalah makhluk  sosial”. Ungkapan ini berarti bahwa manusia harus hidup berkelompok atau bermasyarakat. Mereka tidak dapat hidup dengan baik kalau tidak berada dalam kelompok atau masyarakat. Dengan kata lain untuk hidup secara memadai dia harus berhubungan dengan orang lain. Masing-masing manusia (orang) saling membutuhkan pertolongan sesamanya. Makanya dengan sifat dasar dari manusia itu terjadilah interaksi. Dalam sosiologi biasa disebut dengan istilah interaksi sosial. Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara orang perorangan, antara orang dengan kelompok dan juga antara kelompok dengan kelompok manusia lainnya. Di dalam interaksi itu salah satu faktor yang sangat penting dalam kelancaran dan kesuksesannya adalah komunikasi. Pada prakteknya proses interaksi dapat dibagi dua bentuknya, pertama proses interaksi yang menjurus kepada konflik. Dengan konflik orang-per-orang bisa saja terjadi pertengkaran, perkelahian atau peperangan dan dapat berakibat timbulnya perceraian atau perpecahan. Dan yang kedua interaksi yang menjurus kepada kondisi kejiwaan yang sepaham dan rasa persaudaraan atau menghasilkan hubungan baik sesamanya. Interaksi sosial yang kedua ini yang mengantarkan seseorang kepada saling pengertian dan persaudaraan disebut sebagai sosialisasi. Sosialisasi adalah proses penyesuaian diri. Dengan kemampuan penyesuaian diri itulah orang dapat hidup dengan baik. Apa yang terjadi atau yang dilakukan dalam sosialisasi itu ?
Pertama adalah proses belajar atau belajar sosial, yaitu seseorang mempelajari berbagai macam peran sosial. Pada peran sosial itu ada berbagai fungsi yang harus dijalankan, yakni  fungsi atau tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain atau kelompoknya. Peran sosial merupakan pola-pola tingkah laku yang umum yang dilakukan oleh orang yang mempunyai posisi sosial yang sama atau sederajat. Atau dengan kata lain yang di pelajari  adalah bentuk tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain atau masyarakat. Di samping itu juga termasuk mempelajari seluk-beluk bahasa yang digunakan setiap hari. Di dalam proses belajar sosial tersebut seseorang akan tahu dan memahami tingkah laku yang disukai atau diharapkan dan yang ditolak oleh orang lain atau kelompoknya.  Sebagai contoh fungsi-fungsi orang tua selalu diharapkan oleh anak-anaknya. Berbicara yang tidak menyakitkan hati selalu diharapkan oleh setiap orang. Demikian juga dengan tingkah laku yang tidak diharapkan, mereka bersepakat didak melakukannya. Juga bersama-sama menolaknya. Dengan proses sosialisasi itu seseorang akan mengenal dan memahami berbagai nilai dan norma yang ada di dalam masyarakat. Dengan sosialisasi juga akan menimbulkan kesepakatan-kesepakatan untuk bekerjasama.  Mulai dari hal-hal sangat sederhana hingga persoalan yang lebih kompleks.  Sosialisasi dapat terlaksana seumur hidup, dalam hal ini dapat saja berupa Pendidikan Seumur Hidup atau life long education. Dengan pengertian lebih luas sosialisasi adalah proses belajar bergaul di dalam masyarakat dan budaya tertentu.
Kedua, sosialisasi adalah proses pembentukan sikap  loyalitas sosial. Loyalitas sosial atau kesetiaan sosial adalah perkembangan dari sikap saling menerima dan saling memberi  pada tataran yang  baik (kebajikan).  Kita  sangat mudah melihatnya pembentukan kesetiaan sosial ini adalah dalam keluarga. Setiap anggota keluarga selalu setia sesamanya. Di dalam kelompok dan masyarakat juga kesetiaan sosial ini berkembang, sebagai dasar kesatuan dan persatuan dalam masyarakat. Dengan kata lain kesetiaan sosial berkembang mulai dari kelompok yang sederhana hingga kelompok yang lebih luas. Jadi sosialisasi itu tahapan-tahapan pembentukan sikap atau prilaku individu di suatu masyarakat dalam berinteraksi yang berlangsung sejak lahir hingga sepanjang hidupnya agar sesuai dengan peran yang dijalankan dalam lingkungan kehidupannya. Melalui sosialisasi terjadi proses saling mempengaruhi antar individu, antar individu dengan kelompok maupun antar kelompok beserta potensi dan kebudayaannya. Proses saling mempengaruhi tersebut itulah yang merupakan salah satu faktor yang ada dalam diri seseorang yang dapat mendorong terjadinya interaksi sosial.[12]


[1] Alam S dan Henry H. Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Erlangga. 2008. Hal: 3-4
[2] Saptono dan Bambang Suteng S. Memahami Sosiologi. Jakarta: PT. Phibeta Aneka Gama. 2006. Hal: 68-71




[3] K. wardiayatmoko. Ilmu Pengetahuan Sosial untuk SMP. Jakarta: Erlangga. 2009. Hal: 54
[4] Siti Ngadiati Haryati. Sosiologi 1. Semarang: CV. Aneka Ilmu. 2006. Hal: 75
[5] Saptono dan Bambang Suteng S. Memahami Sosiologi. Jakarta: PT. Phibeta Aneka Gama. 2006. Hal: 79
[6] Alam S dan Henry H. Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Erlangga. 2008. Hal: 4-5
[7] K. Wardiyatmoko. Ilmu Pengetahuan Sosial untuk SMP. Jakarta: Erlangga. 2009. Hal: 54-61
[8] K. Wardiyatmoko. Ilmu Pengetahuan Sosial untuk SMP. Jakarta: Erlangga. 2009. Hal: 63-65
[9] M. Sitorus. Berkenalan dengan Sosiologi 1. Jakarta: Erlangga. 2000. Hal: 113
[10]Kun Maryati dan Juju Suryawati. Sosiologi. Jakarta: Erlangga. 2001. Hal: 41
[11] Ibid. hal: 42

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking